Minggu, 16 Februari 2014

Penjajahan Belanda di Indonesia

Negeri matahari terbit atau Jepang merupakan bangsa terakhir yang menjajah Indonesia. Dalam sejarahnya yang hanya menjajah Indonesia dalam kurun 3,5 tahun saja namun penjajahan Belanda dianggap sebagai penjajahan yang paling keji.
Kedatangan Penjajahan Bangsa Jepang di Indonesia dimulai padatanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang berhasil mendaratkan pasukannya di pulau Jawa di tiga tempat sekaligus, yaitu teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat), dan Kranggan (Jawa Tengah). Keadaan ini memaksa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer, menyerah tanpa syarat terhadap tentara Jepang pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura dalam sebuah pertemuan di Kalijati tanggal 8 Maret 1942. Pertemuan ini mengakhiri
kekuasaan kolonial Belanda dan menempatkan Jepang sebagai penguasa baru atas Indonesia. Hak-hak kekuasaan ini memungkinkan Jepang membagi wilayah Indonesia dalam tiga komando, yaitu tentara ke-16 di pulau Jawa dan Madura yang berpusat di Batavia, tentara ke-25 di Sumatera yang berpusat di Bukit Tinggi dan armada selatan ke-2 di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua Barat yang berpusat di Makassar.


 Tentara Jepang

Tentara angkatan ke-16 pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura diberikan mandat untuk memegang kekuasaan di wilayah Jawa. Pada umumnya Jawa dianggap sebagai daerah yang secara politik paling maju namun secara ekonomi kurang penting, sumber dayanya yang utama adalah manusia.[4] Hal ini memang sangat dibutuhkan oleh Jepang, mengingat niat awal mereka untuk menduduki kawasan Asia Tenggara adalah membangun Kawasan Persemakmuran Bersama Asia Raya.
Letnan Jenderal Hitoshi Imamura 

Pada awal kedatangannya Jepang disambut baik oleh orang-orang Jawa yang beranggapan bahwa kedatangan tentara Jepang sesuai dengan ramalan Joyoboyo. Oleh sebab itu, ketika tentara Jepang mendirikan pemerintahan militernya orang-orang Jawa menerimanya dengan sukarela. Di samping itu, bagian propaganda (Sendenbu) Jepang telah pula melakukan aksinya dengan pelbagai macam pendekatan terhadap rakyat, diantaranya; mendirikan Gerakan Tiga A dengan slogannya yang terkenal: Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Saudara Asia; mengangkat orang-orang pribumi dalam pelbagai pemerintahan yang prinsip turun-temurunnya dihapuskan; menetapkan wilayah-wilayah voorstenlanden sebagai kochi (daerah istimewa). Maksudnya agar tentara Jepang yang mendirikan pemerintah militernya dapat diterima oleh penduduk pribumi. Tujuan utama pendudukan Jepang di Jawa adalah menyusun dan mengarahkan kembali perekonomian peninggalan pemerintah Hindia Belanda dalam rangka menopang upaya perang Jepang dan rencana-rencananya bagi ekonomi jangka panjang terhadap Asia Timur dan Tenggara. Tujuan utama ini mengarahkan kebijakan-kebijakan pemerintah militer untuk menghapuskan pengaruh-pengaruh barat di kalangan rakyat Jawa dan memobilisasi rakyat Jawa demi kemenangan Jepang dalam perang Asia Timur Raya.

Sejak membentuk pemerintahan militernya, Jepang membuat banyak sekali perubahan dalam bidang pemerintahan. Perubahan tersebut terjadi di tingkat atas maupun di tingkat bawah. Tanggal 1 Agustus 1942, saat dikeluarkannya undang-undang perubahan tata pemerintahan di Jawa, Jepang menetapkan bahwa seluruh daerah di Jawa dibagi menjadiSyuSiKenGunSon, dan Ku, kecuali Surakarta dan Yogyakarta yang ditetapkan sebagai kooti (kerajaan) dan Batavia sebagai Tokubetsu Si (ibukota pemerintah militer). Pembagian pulau Jawa atas provinsi-provinsi juga dihapuskan.
Sejarah Penjajahan Jepang di Indonesia
Sebagai negara fasis-militerisme di Asia, Jepang sangat kuat, sehingga meresahkan kaum pergerakan nasional di Indonesia. Dengan pecahnya Perang Dunia II, Jepang terjun dalam kancah peperangan itu. Di samping itu, terdapat dugaan bahwa suatu saat akan terjadi peperangan di Lautan Pasifik. Hal ini didasarkan pada suatu analisis politik. Adapun sikap pergerakan politik bangsa Indonesia dengan tegas menentang dan menolak bahwa fasisme sedang mengancam dari arah utara. Sikap ini dinyatakan dengan jelas oleh Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
GAPI

Sementara itu di Jawa muncul Ramalan Joyoboyo yang mengatakan bahwa pada suatu saat pulau Jawa akan dijajah oleh bangsa kulit kuning, tetapi umur penjajahannya hanya "seumur jagung". Setelah penjajahan bangsa kulit kuning itu lenyap akhirnya Indonesia merdeka. Ramalan yang sudah dipcrcaya oleh rakyat ini tidak disia-siakan oleh Jepang, bahkan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga kedatangan Jepang ke Indonesia dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar saja.
Pada tanggal 8 Desember 1941 pecah perang di Lautan Pasifik yang melibatkan Jepang. Melihat keadaan yang semakin gawat di Asia, maka penjajah Belanda harus dapat menentukan sikap dalam menghadapi bahaya kuning dari Jepang. 


Sikap tersebut dipertegas oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jhr. Mr. A.W.L. Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer dengan mengumumkan perang melawan Jepang. Hindia Belanda termasuk ke dalam Front ABCD (Amerika Serikat, Brittania/Inggris, Cina, Dutch/Belanda) dengan Jenderal Wavel (dari Inggris) sebagai Panglima Tertinggi yang berkedudukan di Bandung.
Mr. A.W.L. Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer

Angkatan perang Jepang begitu kuat, sehingga Hindia Belanda yang merupakan benteng kebanggaan Inggris di daerah Asia Tenggara akhirnya jatuh ke tangan pasukan Jepang. Peperangan yang dilakukan oleh Jepang di Asia Tenggara dan di Lautan Pasifik ini diberi nama Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik. Dalam waktu yang sangat singkat, Jepang telah dapat menguasai daerah Asia Tenggara seperti Indochina, Muangthai, Birma (Myanmar), Malaysia, Filipina, dan In¬donesia. Jatuhnya Singapura ke tangan Jepang pada tanggal 15 Pebruari 1941, yaitu dengan ditenggelamkannya kapal induk Inggris yang bernama Prince of Wales dan HMS Repulse, sangat mengguncangkan pertahanan Sekutu di Asia. Begitu pula satu persatu komandan Sekutu meninggalkan Indonesia, sampai terdesaknya Belanda dan jatuhnya Indonesia ke tangan pasukan Jepang. Namun sisa-sisa pasukan sekutu di bawah pimpinan Karel Doorman (Belanda) dapat mengadakan perlawanan dengan pertempuran di Laut Jawa, walaupun pada akhirnya dapat ditundukkan oleh Jepang.

Secara kronologis serangan-serangan pasukan Jepang di Indonesia adalah sebagai berikut: diawali dengan menduduki Tarakan (10 Januari 1942), kemudian.Minahasa, Sulawesi, Balikpapan, dan Arnbon. Kemudian pada bulan Pebruari 1942 pasukan Jepang menduduki Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang, dan Bali.

Pendudukan terhadap Palembang lebih dulu oleh Jepang mempunyai arti yang sangat penting dan strategis, yaitu untuk memisahkan antara Batavia yang menjadi pusat kedudukan Belanda di Indonesia dengan Singapura sebagai pusat kedudukan Inggris. Kemudian pasukan Jepang melakukan serangan ke Jawa dengan mendarat di daerah Banten, Indramayu, Kragan (antara Rembang dan Tuban). Selanjutnya menyerang pusat kekuasaan Belan¬da di Batavia (5 Maret 1942), Bandung (8 Maret 1942) dan akhirnya pasukan Belanda di Jawa menyerah kepada Panglima Bala Tentara Jepang Imamura di Kalijati (Subang, 8 Maret 1942). Dengan demikian, seluruh wilayah Indonesia telah menjadi bagian dari kekuasaan penjajahan Jepang

2. Penjajah Jepang di Indonesia
Bendera Jepang
Bala Tentara Nippon adalah sebutan resmi pemerintahan militer pada masa pemerintahan Jepang. Menurut UUD No. 1 (7 Maret 1942), Pembesar Bala Tentara Nippon memegang kekuasaan militer dan segala 'kekuasaan yang dulu dipegang oleh Gubernur Jenderal (pada masa kekuasaan Belanda).
Bendera Jepang lama

Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan ini, kekuasaan atas wilayah Indonesia dipegang oleh dua angkatan perang yaitu angkatan darat (Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun). Masing-masing angkatan mempunyai wilayah kekuasaan. Dalam hal ini Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah kekuasaan yaitu:

a. Daerah Jawa dan Madura dengan pusatnya Batavia berada di bawah kekuasaan Rikugun.
b. Daerah Sumatera dan Semenanjung Tanah Melayu dengan pusatnya Singapura berada di bawah kekuasaan Rikugun. Daera Sumatera dipisahkan pada tahun 1943, tapi masih berada di bawah kekuasaan Rikugun.
c. Daerah Kalimantan, Sulawesi, Nusatenggara, Maluku, Irian berada di bawah kekuasaan Kaigun.

3. Organisasi Bentukan Jepang
PETA

Pasukan Jepang selalu berusaha untuk dapat memikat hati rakyat Indonesia. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar bangsa Indonesia memberi bantuan kepada pasukan Jepang. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia maka dibentuklah orgunisasi resmi seperti Gerakan Tiga A, Putera, dan PETA.
Gerakan Tiga A, yaitu Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia. Gerakan ini dipimpin oleh Syamsuddin SH. Namun dalam perkembangan selanjutnya gerakan ini tidak dapat menarik simpati rakyat, sehingga pada tahun 1943 Gerakan Tiga A dibubarkan dan diganti dengan Putera.


Pusat Tenaga Rakyat (Putera) Organisasi ini dibentuk pada tahun 1943 di bawah pimpinan "Empat Serangkai", yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kiyai Haji Mas Mansyur. Gerakan Putera ini pun diharapkan dapat menarik perhatian bangsa Indonesia agar membantu pasukan Jepang dalam setiap peperangan yang dilakukannya. Akan tetapi gerakan Putera yang merupakan bentukan Jepang ini ternyata menjadi bume-rang bagi Jepang. Hal ini disebabkan oleh anggota-anggota dari Putera yang memiliki sifat nasionalisme yang tinggi.

Propaganda anti-Sekutu yang selalu didengung-dengungkan oleh pasukan Jepang kepada bangsa Indonesia ternyata tidak membawa hasil seperti yang diinginkan. Propaganda anti Sekutu itu sama halnya dengan anti imperialisme. Padahal Jepang termasuk negara imperialisme, maka secara tidak langsung juga anti terhadap kehadiran Jepang di bumi Indonesia. Di pihak lain, ada segi positif selama masa pendudukan Jepang di Indonesia, seperti berlangsungnya proses Indonesianisasi dalam banyak hal, di antaranya bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi, nama-nama di- indonesiakan, kedudukan seperti pegawai tinggi sudah dapat dijabat oleh orang-orang Indonesia dan sebagainya.
Pembela Tanah Air (PETA) PETA merupakan organisasi bentukan Jepang dengan keanggotaannya terdiri atas pemuda-pemuda Indonesia. Dalam organisasi PETA ini para pemuda bangsa Indonesia dididik atau dilatih kemiliteran oleh pasukan Jepang. Pemuda-pemuda inilah yang menjadi tiang utama perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia.

Tujuan awalnya pembentukan organisasi PETA ini adalah untuk memenuhi kepentingan peperangan Jepang di Lautan Pasifik. Dalam perkembangan berikutnya, ternyata PETA justru sangat besar manfaatnya bagi bangsa Indone¬sia untuk meraih kemerdekaan melalui perjuangan fisik. Misalnya, Jenderal Sudirman dan Jenderal A.H. Nasution adalah dua orang tokoh militer Indonesia yang pernah menjadi pemimpin pasukan PETA pada zaman Jepang. Namun karena PETA terlalu bersifat nasional dan dianggap sangat membahayakan kedudukan Jepang atas wilayah In¬donesia, maka pada tahun 1944 PETA dibubarkan. Berikut-nya Jepang mendirikan organisasi lainnya yang bernama Perhimpunan Kebaktian Rakyat yang lebih terkenal dengan nama Jawa Hokokai (1944). Kepemimpinan organisasi ini berada di bawah Komando Militer Jepang.

Golongan-golongan
Beberapa golongan yang terorganisir rapi dan menjalin hubungan rahasia dengan Bung Karno dan Bung Hatta. Golongan-golongan itu di antaranya:

a. Golongan Amir Syarifuddin
Amir Syarifuddin

Amir Syarifuddin adalah seorang tokoh yang sangat anti fasisme. Hal ini sudah diketahui oleh Jepang, sehingga pada tahun 1943 ia ditangkap dan diputuskan untuk menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Namun, atas perjuangan diplomasi Bung Karno terhadap para pemimpin Jepang, Amir Syari¬fuddin tidak jadi dijatuhi hukuman mati, melainkan hukuman seumur hidup.

b. Golongan Sutan Syahrir
Sutan Syahrir
Golongan ini mendapatkan dukungan dari kaum terpelajar dari berbagai kota yang ada di Indonesia. Cabang-cabang yang telah dimiliki oleh golongan Sutan Syahrir ini seperti di Jakarta, Garut, Cirebon, Surabaya dan lain
 sebagainya.

c. Golongan Sukarni
 Sukarni
Golongan ini mempunyai peranan yang sangat besar menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pengikut golongan ini seperti Adam Malik, Pandu Kerta Wiguna, Khairul Saleh, Maruto Nitimiharjo.

d. Golongan Kaigun
Ahmad Subardjo
  Golongan ini dipimpin oleh Ahmad Subardjo dengan anggota-anggotanya terdiri atas A.A. Maramis, SH., Dr. Samsi, Dr. Buntaran Gatot, SH., dan lain-lain. Golongan ini juga mendirikan asrama yang bernama Asrama Indonesia Merdeka dengan ketuanya Wikana. Para pengajarnya antara lain Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Syahrir dan lain-lain.

4. Perlawanan Rakyat Terhadap Jepang
Buruknya kehidupan rakyat mendorong timbulnya perlawanan-perlawanan rakyat di beberapa tempat seperti:

1. Pada awal pendudukan Jepang di Aceh tahun 1942 terjadi pemberontakan di Cot Plieng, Lhok Seumawe di bawah pimpinan Tengku Abdul Jalil. Pemberontakan ini dapat dipadamkan, dan dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1944 muncul lagi pemberontakan di Meureu di bawah pim¬pinan Teuku Hamid yang juga dapat dipadamkan oleh pasukan Jepang.

2. Karang Ampel, Sindang (Kabupaten Indramayu) tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat di daerah itu kepada Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawannya, namun perlawanan ini berhasil ditindas oleh Jepang dengan sangat kejamnya.

3. Sukamanah (Kabupaten Tasikmalaya), tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat di daerah itu kepada Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Zaenal Mustafa. Dalam perlawanan ini Zaenal Mustafa berhasil mem-bunuh kaki-tangan Jepang. Dengan kenyataan seperti ini, Jepang melaku-kan pembalasan yang luar biasa dan melakukan pembunuhan massal terhadap rakyat.

4. Blitar, pada tanggal 14 Pebruari 1945 terjadi pemberontakan PETA di bawah pimpinan Supriyadi (putra Bupati Blitar). Dalam memimpin pemberontakan ini Supriyadi tidak sendirian dan dibantu oleh teman-temannya seperti dr. Ismail, Mudari, dan Suwondo. Pada pemberontakan itu, orang-orang Jepang yang ada di Blitar dibinasakan. Pemberontakan heroik ini benar-benar mengejutkan Jepang, terlebih lagi pada saat itu Jepang terus menerus mengalami kekalahan di dalam Perang Asia Timur Raya dan Perang Pasifik. Kemudian Jepang mengepung kedudukan Supri¬yadi, namun pasukan Supriyadi tetap mengadakan aksinya. Jepang tidak kehilangan akal, ia melakukan suatu tipu muslihat dengan menyerukan agar para pemberontak menyerah saja dan akan dijamin keselamatannya serta akan dipenuhi segala tuntutannya. Tipuan Jepang tersebut temyata berhasil dan akibatnya banyak anggota PETA yang menyerah. Pasukan PETA yang menyerah tidak luput dari hukuman Jepang dan beberapa orang dijatuhi hukuman mati seperti Ismail dan kawan-kawannya. Di samping, itu ada pula yang meninggal karena siksaan Jepang.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pendudukan Jepang di bumi Indo¬nesia tidak dapat diterima. Jepang juga sempat mengadakan pembunuhan secara besar-besaran terhadap masyarakat dari lapisan terpelajar di daerah Kalimantan Barat. Pada daerah ini tidak kurang dari 20.000 orang yang menjadi korban keganasan pasukan Jepang. Hanya sebagian kecil saja yang dapat menyelamatkan diri dan lari ke Pulau Jawa. Setelah kekalahan-kekalahan yang dialami oleh Jepang pada setiap peperangannya dalam Perang Pasifik, akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada pasukan Sekutu.

5. Dampak Pendudukan Jepang bagi Bangsa Indonesia
Bidang Politik. Sejak masuknya kekuasaan Jepang di Indonesia, organisasi-organisasi politik tidak dapat berkembang lagi. Bahkan pemerintah pen¬dudukan Jepang menghapuskan segala bentuk kegiatan organisasi-organisasi, baik yang bersifat politik maupun yang bersifat sosial, ekonomi, dan agama. Organisasi-organisasi itu dihapuskan dan diganti dengan organisasi buatan )epang, sehingga kehidupan politik pada masa itu diatur oleh pemerintah Jepang, walaupun masih terdapat beberapa organisasi politik yang terus berjuang menentang pendudukan Jepang di Indonesia.

Bidang ekonomi. Pendudukan bangsa Jepang atas wilayah Indonesia sebagai negara imperialis, tidak jauh berbeda dengan negara-negara imperialisme lainnya. Kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia berlatar belakang masalah ekonomi, yaitu mencari daerah-daerah sebagai penghasil bahan mentah dan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industrinya dan mencari tempat pemasaran untuk hasil-hasil industrinya. Sehingga aktivitas perekonomian bangsa Indonesia pada zaman Jepang sepenuhnya dipegang oleh pemerintah Jepang.

Bidang pendidikan Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, kehidupan pendidikan berkembang pesat dibandingkan dengan pendudukan Hindia Belanda. Pemerintah pendudukan Jepang memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk mengikuti pendidikan pada sekolah-sekolah yang dibangun oleh pemerintah. Di samping itu, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa perantara pada sekolah-sekolah serta penggunaan nama-nama yang diindonesiakan. Padahal tujuan Jepang mengembangkan pendidikan yang luas pada bangsa Indonesia adalah untuk menarik simpati dan mendapatkan bantuan dari rakyat Indonesia dalam menghadapi lawan-lawannya pada Perang Pasifik.

Bidang kebudayaan Jepang sebagai negara fasis selalu berusaha untuk menanamkan kebudayaannya. Salah satu cara Jepang adalah kebiasaan menghormat ke arah matahari terbit. Cara menghormat seperti itu merupakan salah satu tradisi Jepang untuk menghormati kaisarnya yang dianggap keturunan Dewa Matahari. Pengaruh Jepang di bidang kebudayaan lebih banyak dalam lagu-lagu, film, drama yang seringkali dipakai untuk propa¬ganda. Banyak lagu Indonesia diangkat dari lagu Jepang yang populer pada jaman Jepang. Iwa Kusuma Sumantri dari buku "Sang Pejuang dalam Gejolak Sejarah" menulis "kebiasaan-kebiasaan dan kepercayaan-kepercayaan yang sangat merintangi kemajuan kita, mulai berkurang. Bangsa kita yang telah bertahun-tahun digembleng oleh penjajah Belanda untuk selalu 'nun inggih' kini telah berbalik menjadi pribadi yang berkeyakinan tinggi, sadar akan harga diri dan kekuatannya. Juga cara-cara menangkap ikan, bertani, dan lain-lain telah mengalami pembaharuan-pembaharuan berkat didikan yang diberikan Jepang kepada bangsa Indonesia, walaupun bangsa Indonesia pada waktu itu tidak secara sadar menginsafinya. Untuk anak-anak sekolah diberikan latihan-latihan olahraga yang dinamai Taiso, sangat baik untuk kesehatan mereka itu. Saya kira untuk kebiasaan sehari-hari yang tertentu (misalnya senin) bagi anak-anak sekolah maupun untuk para pegawai atau buruh untuk menghormati bendera kita (merah putih) serta pula menyanyi-kan lagu kebangsaan atau lagu-lagu nasional merupakan kebiasaaan yang diwariskan Jepang kepada bangsa Indonesia.

Bidang sosial Selama masa pendudukan Jepang kehidupan sosial masyarakat sangat memprihatinkan. Penderitaan rakyat semakin bertambah, karena sega-la kegiatan rakyat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang dalam menghadapi musuh-musuhnya. Terlebih lagi rakyat dijadikan romusha (kerja paksa). Sehingga banyak jatuh korban akibat kelaparan dan penyakit.

Bidang birokrasi. Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia dipegang oleh kalangan militer, yaitu dari angkatan darat (rikugun) dan angkatan laut (kaigun). Sistem pemerintahan atas wilayah diatur berdasarkan aturan militer. Dengan hilangnya orang Belanda di pemerintahan, maka orang Indonesia mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih penting yang sebelumnya hanya bisa dipegang oleh orang Belanda. Termasuk jabatan gubernur dan walikota di beberapa tempat, tapi pelaksanaannya masih di bawah pengawasan Militer Jepang. Pengalaman penerapan birokrasi di Jawa dan Sumatera lebih banyak daripada di tempat-tempat lain. Namun, penerapan birokrasi di daerah penguasaan Angkatan Laut Jepang agak buruk.

Bidang militer Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia memiliki arti penting, khususnya dalam bidang militer. Para pemuda bangsa Indonesia diberikan pendidi-kan militer melalui organisasi PETA. Pemuda-pemuda yang tergabung dalam PETA inilah yang nantinya menjadi inti kekuatan dan penggerak perjuangan rakyat Indonesia mencapai kemerdekaannya.

Penggunaan Bahasa Indonesia. Berdasarkan pendapat Prof. Dr. A. Teeuw (ahli bahasa Indonesia berkebangsaan Belanda) menya-takan bahwa tahun 1942 merupakan tahun bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada waktu itu, bahasa Belanda dilarang penggunaannya dan digantikan dengan penggunaan bahasa Indonesia. Bahkan sejak awal tahun 1943 seluruh tulisan yang berbahasa Belanda dihapuskan dan harus diganti dengan tulisan berbahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia bukan hanya sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, tetapi telah diangkat menjadi bahasa resmi pada instansi-instansi pemerintah-an atau pada lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah tinggi. Bahasa Indonesia juga dijadikan sebagai bahasa penulisan yang tertuang pada hasil-hasil karya sastra bangsa Indonesia. Sastrawan-sastrawan terkenal pada masa itu seperti Armijn Pane dengan karyanya yang terkenal berjudul Kami Perempuan (1943), Djiiiak-djinak Merpati, Hantu Perempuan (1944), Saran Tidak Berharga (1945) dan sebagainya. pengarang-pengarang lainnya seperti Abu llanifah yang memakai nama samaran El Hakim dengan karya dramanya berjudul Taufan di atas Asia, Dewi Reni, dan Insan Kamil. Pada masa pendudukan Jepang, banyak karya seniman Indonesia yang hanya diterbitkan melalui surat kabar atau majalah dan setelah perang selesai baru diterbitkan sebagai buku.

Sementara itu juga terdapat penyair terkenal pada zaman pendudukan Jepang seperti Chairil Anwar yang kemudian mendapat gelar tokoh Angkatan 45. Karya-karya Chairil Anwar menjadi lebih terkenal karena karyanya itu muncul pada awal revolusi Indonesia, di antaranya yang berjudul Aku, Karawang-Bekasi dan sebagainya.
Chairil Anwar
Dengan demikian, pemerintah pendudukan Jepang telah memberikan kebebasan kepada bangsa Indonesia untuk meng-gunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, bahasa komunikasi, bahasa penulisan dan sebagainya.
Sebelumnya karena keterbatabasan maka cukup sekian Sejarah Penjajahan Jepang di Indonesia, bila masih ada kesempatan maka akan saya lanjutkan.
Sekian dan terima kasih.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar