Pada awal abad XVI Bangsa
Eropa mulai menjelajahi kawasan Asia Tenggara, salah satunya adalah Indonesia yang
pada zaman tersebut mungkin nama Indonesia bukanlah nama dari kawasan tersebut,
biasanya sering disbut Nusantara oleh rakyat Indonesia zaman dahulu. Pada abad
XV bangsa Portugis merupakan salah satu bangsa yang mencapai kemajuan di bidang
teknologi. Salah satunya adalah membuat kapal untuk menyebrangi luasnya samudra
untuk meluaskan daerah kekuasaan mereka. Dengan alasan untuk menguasai impor
rempah-rempah di kawasan Eropa, bangsa Portugis mencari daerah kawasan
penghasil rempah-rempah terbaik. Saat itu rempah-rempah menjadi kebutuhan yang
vital bagi bangsa Eropa. Selama musim dingin di Eropa, tidak ada salah satu
cara pun yang dapat di jalankan untuk mempertahankan agar semua hewan-hewan
ternak dapat tetap hidup. Kerena itu banyak hewan ternak yang disembelih dan
dagingnya kemudian harus di awetkan. Untuk itulah diperlukan sekali banyak
garam dan rempah-rempah
.
Salah satu rempah-rempah yang berharga adalah Cengkeh dari Indonesia Timur. Indonesia juga menghasilkan lada, buah pala, dan bunga pala. Kekeyaan alam nusantara menjadi daya tarik Portugis untuk mengambil kekayaan sumber daya alam yang ada sehingga dapat menguasai pasar rempah-rempah di Eropa.
.
Salah satu rempah-rempah yang berharga adalah Cengkeh dari Indonesia Timur. Indonesia juga menghasilkan lada, buah pala, dan bunga pala. Kekeyaan alam nusantara menjadi daya tarik Portugis untuk mengambil kekayaan sumber daya alam yang ada sehingga dapat menguasai pasar rempah-rempah di Eropa.
AWAL PROSES KEDATANGAN BANGSA PORTUGIS KE INDONESIA
Tahun 1487, Bartolomeus Dias mengitari Tanjung Harapan dan memasuki perairan Samudra Hindia. Selanjutnya pada tahun 1498, Vasco da Gama sampai di India. Namun, orang-orang Portugis ini segera mengetahui bahwa barang-barang dagangan yang hendak mereka jual tidak dapat bersaing di pasaran India yang canggih dengan barang-barang yang mengalir melalui jaringan perdagangan Asia. Karena itu, mereka sadar harus melakukan peperangan di laut untuk mengukuhkan diri.
Gambar: Bartolomeus Diaz
Alfonso de Albuquerque merupakan panglima angkatan laut terbesar pada masa itu. Pada tahun 1503 Albuquerque berangkat menuju India, dan pada tahun 1510, dia menaklukan Goa di Pantai Barat yang kemudian menjadi pangkalan tetap Portugis. Pada waktu itu telah dibangun pangkalan-pangkalan di tempat-tempat yang agak ke barat, yaitu di Ormuzdan Sokotra. Rencananya ialah untuk mendominasi perdagangan laut di Asia dengan cara membangun pangkalan tetap di tempat-tempat krusial yang dapat digunakan untuk mengarahkan teknologi militer Portugis yang tinggi. Pada tahun 1510, setelah mengalami banyak pertempuran, penderitaan, dan kekacauan internal, tampaknya Portugis hampir mencapai tujuannya. Sasaran yang paling penting adalah menyerang ujung timur perdagangan Asia di Maluku.
Gambar: Vasco da Gama
Setelah mendengar laporan-laporan pertama dari para pedagang Asia mengenai kekayaan Malaka yang sangat besar, Raja Portugis mengutus Diogo Lopez de Sequiera untuk menekan Malaka, menjalin hubungan persahabatan dengan penguasanya, dan menetap disana sebagai wakil Portugis di sebelah timur India. Tugas Sequiera tersebut tidak mungkin terlaksana seluruhnya saat dia tiba di Maluku pada tahun 1509. Pada mulanya dia disambut dengan baik oleh Sultan Mahmud Syah (1488-1528), tetapi kemudian komunitas dagang internasional yang ada di kota itu meyakinkan Mahmud bahwa Portugis merupakan ancaman besar baginya. Akhirnya, Sultan Mahmud melawan Sequiera, menawan beberapa orang anak buahnya, dan membunuh beberapa yang lain. Ia juga mencoba menyerang empat kapal Portugis, tetapi keempat kapal tersebut berhasil berlayar ke laut lepas. Seperti yang telah terjadi di tempat-tempat yang lebih ke barat, tampak jelas bahwa penaklukan adalah satu-satunya cara yang tersedia bagi Portugis untuk memperkokoh diri.
Gambar: Alfonso de Albuquerque
Pada bulan April 1511, Albuquerque melakukan pelayaran dari Goa menuju Malaka dengan kekuatan kira-kira 1200 orang dan 17 buah kapal. Peperangan pecah segera setelah kedatangannya dan berlangsung terus secara sporadis sepanjang bulan Juli hingga awal Agustus. Pihak Malaka terhambat oleh pertikaian antara Sultan Mahmud dan putranya, Sultan Ahmad yang baru saja diserahi kekuasaan atas negara namun dibunuh atas perintah ayahnya.
Malaka akhirnya berhasil ditaklukan oleh Portugis. Albuquerque menetap di Malaka sampai bulan November 1511, dan selama itu dia mempersiapkan pertahanan Malaka untuk menahan setiap serangan balasan orang-orang Melayu. Dia juga memerintahkan kapal-kapal yang pertama untuk mencari Kepulauan Rempah. Sesudah itu dia berangkat ke India dengan kapal besar, dia berhasil meloloskan diri ketika kapal itu karam di lepas pantai Sumatera beserta semua barang rampasan yang dijarah di Malaka.
Setelah satu kapal layar lagi tenggelam, sisa armada itu tiba di Ternate pada tahun itu juga. Dengan susah payah, ekspedisi pertama itu tiba di Ternate dan berhasil mengadakan hubungan dengan Sultan Aby Lais. Sultan Ternate itu berjanji akan menyediakan cengkeh bagi Portugis setiap tahun dengan syarat dibangunnya sebuah benteng di pulau Ternate.
Hubungan dagang yang tetap dirintis oleh Antonio de Abrito. Hubungannya dengan Sultan Ternate yang masih anak-anak, Kacili Abu Hayat, dan pengasuhnya yaitu Kacili Darwis berlangsung sangat baik. Pihak Ternate tanpa ragu mengizinkan De Brito membangun benteng pertama Portugis di Pulau Ternate (Sao Joao Bautista atau Nossa Seighora de Rossario) pada tahun 1522. Penduduk Ternate menggunakan istilah Kastela untuk benteng itu, bahkan kemudian benteng itu lebih dikenal dengan nama benteng Gamalama. Sejak tahun 1522 hingga tahun 1570 terjalin suatu hubungan dagang (cengkih) antara Portugis dan Ternate.
Portugis yang sedang menguasai Malaka, terbukti bahwa mereka tidak menguasai perdagangan Asia yang berpusat disana. Portugis tidak pernah dapat mencukupi kebutuhannya sendiri dan sangat tergantung kepada para pemasok bahan makanan dari Asia seperti halnya para penguasa Melayu sebelum mereka di Malaka. Mereka kekurangan dana dan sumber daya manusia. Organisasi mereka ditandai dengan perintah-perintah yang saling tumpang tindih dan membingungkan, ketidakefisienan, dan korupsi. Bahkan gubernur-gubernur mereka di Malaka turut berdagang demi keuntungan pribadi di pelabuhan Malaya, Johor, pajak dan harga barang-barangnya lebih rendah, dan hal tersebut telah merusak monopoli yang seharusnya mereka jaga. Para pedagang Asia mengalihkan sebagian besar perdagangan mereka ke pelabuhan-pelabuhan lain dan menghindari monopoli Portugis yang mudah.
Gambar: Selat Malaka
Begitu cepat Portugis tidak lagi menjadi suatu kekuatan yang revolusioner. Keunggulan teknologi mereka yang terdiri atas teknik-teknik pelayaran dan militer berhasil dipelajari dengan cepat oleh saingan-saingan mereka dari Indonesia. Seperti meriam Portugis yang dengan cepat berhasil direbut oleh orang-orang Indonesia. Portugis menjadi suatu bagian dari jaringan konflik di selat Malaka, dimana Johor dan Aceh berlomba-lomba untuk saling mengalahkan Portugis agar bisa menguasai Malaka.
Kota Malaka mulai sekarat sebagai pelabuhan dagang selama berada dibawah cengkeraman Portugis. Mereka tidak pernah berhasil memonopoli perdagangan Asia. Portugis hanya mempunyai sedikit pengaruh terhadap kebudayaan orang-orang Indonesia yang tinggal di nusantara bagian barat, dan segera menjadi bagian yang aneh di dalam lingkungan Indonesia. Portugis telah mengacaukan secara mendasar organisasi sistem perdagangan Asia. Tidak ada lagi satu pelabuhan pusat dimana kekayaan Asia dapat saling dipertukarkan, tidak ada lagi negara Malaya yang menjaga ketertiban selat Malaka dan membuatnya aman bagi lalu lintas perdagangan. Sebaliknya komunitas dagang telah menyebar ke beberapa pelabuhan dan pertempuran sengit meletus di Selat.
Segera setelah Malaka ditaklukan, dikirimlah misi penyelidikan yang pertama ke arah timur dibawah pimpinan Francisco Serrao. Pada tahun 1512, kapalnya mengalami kerusakan, tetapi dia berhasil mencapai Hitu (Ambon sebelah utara). Disana dia mempertunjukkan keterampilan perang melawan suatu pasukan penyerang yang membuat dirinya disukai oleh penguasa setempat. Hal ini mendorong kedua penguasa setempat yang bersaing (Ternate dan Tidore) untuk menjajaki kemungkinan memperoleh bantuan Portugis. Portugis disambut baik di daerah itu karena mereka juga dapat membawa bahan pangan dan membeli rempah-rempah. Akan tetapi perdagangan Asia segera bangkit kembali, sehingga Portugis tidak pernah dapat melakukan suatu monopoli yang efektif dalam perdagangan rempah-rempah.
Sultan Ternate, Abu Lais (1522) membujuk orang Portugis untuk mendukungnya dan pada tahun 1522, mereka mulai membangun sebuah benteng disana. Sultan Mansur dari Tidore mengambil keuntungan dari kedatangan sisa-sisa ekspedisi pelayaran keliling dunia Magellan di tahun 1521 untuk membentuk suatu persekutuan dengan bangsa Spanyol yang tidak memberikan banyak hasil dalam periode ini.
Hubungan Ternate dan Portugis berubah menjadi tegang karena upaya yang lemah Portugis melakukan kristenisasi dan karena perilaku orang-orang Portugis yang tidak sopan. Pada tahun 1535, orang-orang Portugis di Ternate menurunkan Raja Tabariji (1523-1535) dari singgasananya dan mengirimnya ke Goa yang dikuasai Portugis. Disana dia masuk Kristen dan memakai nama Dom Manuel, dan setelah dinyatakan tidak terbukti melakukan hal-hal yang dituduhkan kepadanya, dia dikirim kembali ke Ternate untuk menduduki singgasananya lagi. Akan tetapi dalam perjalanannya dia wafat di Malaka pada tahun 1545. Namun sebelum wafat, dia menyerahkan Pulau Ambon kepada orang Portugis yang menjadi ayah baptisnya, Jordao de Freitas.
Akhirnya orang-orang Portugis yang membunuh Sultan Ternate, Hairun (1535-1570) pada tahun 1570, diusir dari Ternate pada tahun 1575 setelah terjadi pengepungan selama 5 tahun. Mereka kemudian pindah ke Tidore dan membangun benteng baru pada tahun 1578. Akan tetapi Ambon-lah yang kemudian menjadi pusat utama kegiatan-kegiatan Portugis di Maluku sesudah itu. Ternate sementara itu menjadi sebuah negara yang gigih menganut Islam dan anti Portugis dibawah pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583) dan putranya Sultan Said ad-Din Berkat Syah (1584-1606).
Pada waktu itu juga Portugis terlibat perang di Solor. Pada tahun 1562, para pendeta Dominik membangun benteng dari batang kelapa disana. Pada tahun berikutnnya dibakar para penyerang beragama Islam dari Jawa. Namun orang-orang Dominik tetap bertahan dan segera membangun ulang benteng dari bahan yang lebih kuat dan mulai melakukan kristenisasi pada penduduk lokal.
Pada tahun sesudahnya, muncul serangan-serangan dari Jawa. Masyarakat Solor sendiri pun tidak secara keseluruhan senang terhadap orang-orang Portugis dan agama mereka, sehingga seringkali muncul perlawanan. Pada tahun 1598-1599, pemberontakan besar-besaran dari orang Solor memaksa pihak Portugis mengirimkan sebuah armada yang terdiri dari 90 kapal untuk menundukkan para pemberontak itu. Namun Portugis tetap menduduki benteng-benteng mereka di Solor sampai diusir oleh Belanda pada tahun 1613 dan setelah itu Portugis melakukan pendudukan kembali pada tahun 1636.
Diantara para petualang Portugis tersebut ada seorang Eropa yang tugasnya memprakarsai suatu perubahan yang tetap di Indonesia Timur. Orang ini bernama Francis Xavier (1506-1552) dan Santo Ignaius Loyola yang mendirikan orde Jesuit. Pada tahun 1546-1547, Xavier bekerja di tengah-tengah orang Ambon, Ternate, dan Moro untuk meletakkan dasar-dasar bagi suatu misi yang tetap disana. Pada tahun 1560-an terdapat sekitar 10.000 orang katolik di wilayah itu dan pada tahun 1590-an terdapat 50.000-an orang. Orang-orang Dominik juga cukup sukses mengkristenkan Solor. Pada tahun 1590-an orang-orang Portugis dan penduduk lokal yang beragama Kristen di sana diperkirakan mencapai 25.000 orang.
PENGARUH BANGSA PORTUGIS DI INDONESIA
Selama berada di Maluku, orang-orang Portugis meninggalkan beberapa pengaruh kebudayaan mereka seperti balada-balada keroncong romantis yang dinyanyikan dengan iringan gitar berasal dari kebudayaan Portugis. Kosa kata Bahasa Indonesia juga ada yang berasal dari bahasa Portugis yaitu pesta, sabun, bendera, meja, Minggu, dll. Hal ini mencerminkan peranan bahasa Portugis disamping bahasa Melayu sebagai lingua francadi seluruh pelosok nusantara sampai awal abad XIX. Bahkan di Ambon masih banyak ditemukan nama-nama keluarga yang berasal dari Portugis seperti da Costa, Dias, de Fretas, Gonsalves, Mendoza, Rodriguez, da Silva, dll. Pengaruh besar lain dari orang-orang Portugis di Indonesia yaitu penanaman agama Katolik di beberapa daerah timur di Indonesia.
Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda.
Dari Sungai
Tagus yang bermuara ke Samudra
Atlantik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik,
yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan, melewati Tanjung Harapan
Afrika, menuju Selat
Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku
untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para
pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar
melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos
dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat
saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de
Marinha itu didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati
sejarah maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque
juga menjadi koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India
1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang berbasis di Ormuz,
Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan sentral
kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu,
bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai
petualangan ke timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam
buku Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa,
2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu
motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas
dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria, fortaleza,
dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau
perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari
Estado da India, Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi
Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba
di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia
dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai
perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka,
ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat
rempah-rempah.
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke
Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.Pada tahun
1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka.
Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami
kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun
1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai
Banten,Sunda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh
Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi
Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.Mulai
tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis
mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda
berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan
1629.Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511.
Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Ternate merasa
dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh keuntungan
melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh
rakyat Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat
Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan perlawanan
terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya
tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan
Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di Pulau
Timor.
Kolonisasi Spanyol di Nusantara
Awak kapal Trinidad yang ditangkap oleh Portugal dan
dipenjarakan kemudian dengan bantuan pelaut Minahasa dan Babontewu dari
kerajaan Manado mereka dapat meloloskan diri. Ke 12 pelaut ini kemudian berdiam
dipedalaman Minahasa, ke Amurang terus ke Pontak, kemudian setelah beberapa
tahun mereka dapat melakukan kontak kembali dengan armada Spanyol yang telah
kembali ke Pilipina. 1522 Spanyol memulai kolonisasi di Sulawesi Utara 1560
Spanyol mendirikan pos di Manado
Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi
Spanyol ketika melakukan usaha penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di
Wenang dengan cara menipu Kepala Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari
Benggala India yang dibawa Portugis ke Minahasa. Tanah seluas kulit sapi yang
dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat dari kulit sapi itu.
Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki benteng Portugis
di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol dapat menduduki
Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong Lasut punya anak buah
Tonaas Wuri' Muda.
Nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer
Spanyol ketika
Bartholomeo de Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan
pelabuhan di daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’ Penduduk setempat mengenal
daerah ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng Spanyol
berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda, "Spanyaardsgat,
" atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah
mendarat di Kema tepat 100 tahun sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri
Pakasaan Tonsea sejak era pemerintahan Xaverius Dotulong, setelah
taranak-taranak Tonsea mulai meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea Ure dan
mendirikan perkampungan- perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong pada 3
Februrari 1770 kepada Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa ayahnya, I.
Runtukahu Lumanauw tinggal di Kema dan merintis pembangunan kota ini. Hal ini
diperkuat oleh para Ukung di Manado yang mengklaim sebagai turunan dotu Bogi,
putera sulung dari beberapa dotu bersaudara seperti juga dikemukakan Gubernur
Ternate dalam surat balasannya kepada Xaverius Dotulong pada 1 November 1772.
Asal nama Kema
Misionaris Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam surat
laporan perjalanannya pada 17 November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang
mengacu pada istilah Spanyol, adalah nama pegunungan yang membentang dari Utara
ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’ berasal dari bahasa Minahasa yang
artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal dari kata Spanyol,
‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan
perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Gubernur
Robertus Padtbrugge dalam memori serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan
tempat ini dengan sebutan "Kemas of grote Oesterbergen, " artinya
adalah gunung-gunung besar
menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea
disebut ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan
Kema selain sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri
Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan antara Manado dengan Kema oleh
sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado menuntut
hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung Tua Kema
adalah Xaverius Dotulong.
Portugis dan Spanyol merupakan tumpuan kekuatan gereja
Katholik Roma memperluas wilayah yang dilakukan kesultanan Ottoman di
Mediterania pada abad ke-XV. Selain itu Portugis dan Spanyol juga tempat
pengungsian pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel ketika
dikuasai kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453. Pemukiman tersebut
menyertakan alih pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun
Portugis dan Spanyol menjadi adikuasa di Eropa. Alih pengetahuan diperoleh dari
pendatang asal Konstantinopel yang memungkinkan bagi kedua negeri Hispanik itu
melakukan perluasan wilayah-wilayah baru diluar daratan Eropa dan Mediterania.
Sasaran utama adalah Asia-Timur dan Asia-Tenggara. Mulanya perluasan wilayah
antara kedua negeri terbagi dalam perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis
kearah Timur sedangkan Spanyol ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi
itu bulat. Baru disadari ketika kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu di
perairan Laut Sulawesi. Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi proses
reformasi gereja, karena tidak semua yang menjadi "fatwa" gereja adalah
Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa dan wakil Tuhan di
bumi dan sistem pemerintahan absolut theokratis ambruk. Keruntuhan ini terjadi
dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin Luther dan Calvin di Eropa
yang kemudian menyebar pula ke berbagai koloni Eropa di Asia, Afrika dan
Amerika.
Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis menelusuri
dari pesisir pantai Afrika dan samudera Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri
Samudera Atlantik, benua Amerika Selatan dan melayari samudera Pasifik.
Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Maggelan
menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan kepulauan Sangir dan Talaud
di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah persaingan di perairan Laut Sulawesi
dan Maluku Utara, kedua belah pihak memperbarui jalur lintas melalui perjanjian
Saragosa pada tahun 1529. Perjanjian tersebut membagi wilayah dengan melakukan
batas garis tujuhbelas derajat lintang timur di perairan Maluku Utara. Namun
dalam perjanjian tersebut,
Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga
dengan gugusan kepulauan penghasil rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan
ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542. Pada bulan Februari tahun itu lima
kapal Spanyol dengan 370 awak kapal pimpinan Ruy Lopez de Villalobos menuju
gugusan Pasifik Barat dari Mexico . Tujuannya untuk melakukan perluasan wilayah
dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan rempah-rempah di Maluku Utara.
Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan
kepulauan Utara disebut Filipina, di ambil dari nama putera Raja Carlos V,
yakni Pangeran Philip, ahli waris kerajaan Spanyol. Sekalipun Filipina tidak
menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan Spanyol digugusan kepulauan
tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis. Alasannya karena gugusan
kepulauan itu berada di bagian Barat, di lingkungan wilayahnya. Walau
mengkonsentrasikan perhatiannya di Amerika-Tengah, Spanyol tetap menghendaki
konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang juga ingin didominasi Portugis.
Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis hingga harus mundur ke Filipina.
Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi
kantong ekonomi dan menjalin hubungan dengan masyarakat Minahasa.
Pengenalan kuliner asal Spanyol di Minahasa
Peperangan di Filipina Selatan turut memengaruhi
perekonomian Spanyol. Penyebab utama kekalahan Spanyol juga akibat aksi
pemberontakan pendayung yang melayani kapal-kapal Spanyol. Sistem perkapalan
Spanyol bertumpu pada pendayung yang umumnya terdiri dari budak-budak Spanyol.
Biasanya kapal Spanyol dilayani sekitar 500 - 600 pendayung yang umumnya
diambil dari penduduk wilayah yang dikuasai Spanyol. Umumnya pemberontakan para
pendayung terjadi bila ransum makanan menipis dan terlalu dibatasi dalam
pelayaran panjang, untuk mengatasinya Spanyol menyebarkan penanaman palawija
termasuk aneka ragam cabai (rica), jahe (goraka), kunyit dll.
Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah yang dikuasai
untuk persediaan logistik makanan awak kapal dan ratusan pendayung.
Sejak itu budaya makan "pidis" yang di ramu
dengan berbagai bumbu masak yang diperkenalkan pelaut Spanyol menyebar pesat
dan menjadi kegemaran masyarakat Minahasa.
Ada pula yang menarik dari peninggalan kuliner Spanyol,
yakni budaya Panada. Kue ini juga asal dari penduduk Amerika-Latin yang di bawa
oleh Spanyol melalui lintasan Pasifik. Bedanya, adonan panada, di isi dengan
daging sapi ataupun domba, sedangkan panada khas Minahasa di isi dengan ikan.
Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari
kalangan "pendayung" yang menetap dan tidak ingin kembali ke negeri
leluhur mereka. Mereka menikahi perempuan-perempuan penduduk setempat dan hidup
turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para musafir Jerman, Belanda dan
Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan penduduk setempat,
sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan memperkaya Minahasa
dengan budaya majemuk dan hidup berdampingan harmonis. Itulah sebabnya hingga
masyarakat Minahasa tidak canggung dan mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat.
Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol
Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang
dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh
ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal
perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi
nanti pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total
Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).
Perjuangan Minahasa Melawan
Spanyol
Ratu Oki berkisar pada tahun 1644 sampai 1683. Waktu itu,
terjadi perang yang hebat antara anak suku Tombatu (juga biasa disebut
Toundanow atau Tonsawang) dengan para orang-orang Spanyol. Perang itu dipicu
oleh ketidaksenangan anak suku Tombatu terhadap orang-orang Spanyol yang ingin
menguasai perdagangan terutama terhadap komoditi beras, yang kala itu merupakan
hasil bumi andalan warga Kali. Di samping itu kemarahan juga diakibatkan oleh
kejahatan orang-orang Spanyol terhadap warga setempat, terutama kepada para
perempuannya. Perang itu telah mengakibatkan tewasnya 40 tentara Spanyol di
Kali dan Batu (lokasi Batu Lesung sekarang – red). Naasnya, di pihak anak suku
Tombatu, telah mengakibatkan tewasnya Panglima Monde bersama 9 orang
tentaranya. Panglima Monde tidak lain adalah suaminya Ratu Oki. Menurut yang
dikisahkan dalam makalah itu, Panglima Monde tewas setelah mati-matian membela
istrinya, Ratu Oki.Menurut P.A. Gosal, dkk., dalam masa kekuasaan Ratu Oki,
anak suku Toundanow (sebutan lain untuk anak suku Tombatu atau Tonsawang) yang
mendiami sekitar danau Bulilin hidup sejahtera, aman dan tenteram. “Atas
kebijaksanaan dan kearifannya memimpin anak suku Toudanow maka Ratu Oki
disahkan juga sebagai Tonaas atau Balian. Selama kepemimpinnan Ratu Oki,
Spanyol dan Belanda tidak pernah menguasai atau menjajah anak Toundanow,”
Perang Minahasa lawan Spanyol
Para pelaut awak kapal Spanyol berdiam di Minahasa dan
bahkan membaur dengan masyarakat. Mereka menikah dengan wanita-wanita Minahasa,
sehingga keturunan mereka menjadi bersaudara dengan warga pribumi.
Tahun 1643 pecah perang Minaesa Serikat melawan kerajaan
Spanyol. dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan spanyol dibantu pasukan
Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat
Minaesa, dikejar hingga dipantai tapi
Tahun 1694 dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan
Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat
Minahasa, dikejar hingga ke pantai tapi dicegah dan ditengahi oleh Residen
V.O.C. Herman Jansz Steynkuler. Pada tahun 1694 bulan September tanggal 21,
diadakanlah kesepakatan damai, dan ditetapkan perbatasan Minahasa adalah sungai
Poigar. Pasukan Serikat Minaesa yang berasal dari Tompaso menduduki Tompaso
Baru, Rumoong menetap di Rumoong Bawah, Kawangkoan mendiami Kawangkoan bawah,
dan lain sebagainya.
Pada pasa pemerintahan kolonial Belanda maka daerah ini semula masih otonom tetapi lama kelamaan kelamaan kekuasaan para raja dikurangi dengan diangkatnya raja menjadi pejabat pemerintahan Belanda, sehingga raja tinggal menjadi pejabat wilayah setingkat 'camat'.
Dampak Spanyol bagi ekonomi Indonesia
Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati
Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus
dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan Spanyol
sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara. Sebab
jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik.
Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut
memengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya.
Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari
Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak
abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun hanya
digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas bagi
kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui Laut
Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara
yang merupakan pusat perdagangan dunia.
Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar
Laut Sulawesi secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar. Karena
penyaluran semua komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh
Batavia yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu
pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk
pedalaman Minahasa.
Selesai Dan terima kasih
makasih ya infonya, bagus banget lho :3
BalasHapusthank's
BalasHapusterimakasih, tapi kalau bisa sebaiknya diringkas
BalasHapusPerkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)
TERIMA KASIH...ADA KALANYA KALAU DI RINGKAS SUPAYA NGGA KELAMAAN BACANYA
BalasHapus